Rupanya takdir yang menghantarkan
saya bekerja di lembaga pendidikan
memberikan banyak pelajaran. Sekolah ini tak hanya berhasil mendidik siswa, tapi juga perangkat-perangkat di dalamnya. Karyawan dan
warga sekitar.
Ah, dunia ini memang tempat untuk belajar. Apapun itu. Jika kita mau mengambil pelajaran. Hal-hal unik terkadang berseliweran di depan mata ibarat debu, namun kita tidak sempat mengambil jeda sejenak untuk memetik hikmah dari setiap drama kehidupan yang Allah beri. Rugi rasanya menghapus air mata demi sinetron di televisi. Hehe.
Meskipun bukan seorang guru, saya merasakan
bagaimana perjuangan seorang guru dalam mendidik anak muridnya. Ya, melihat teman saya yang hari-harinya digunakan untuk mengajar. Saya merasa tak mampu jika harus memikul amanah seperti mereka. Menjadi Guru. Hmm, rasanya pribadi ini jauh dari
layak untuk dicontoh anak-anak.
Di tempat ini saya mengenal banyak sosok luar
biasa. Mengetahui metode membentuk karakter seorang anak, tentang akhlak, tentang kebiasaan-kebiasaan baik, juga tentang cara menahan ego.
Pernah suatu
ketika saya menjumpai siswa yang suka melontarkan ayat-ayat cinta. Eh, maksud
saya kalimat yang kurang enak di dengar
alias nggak sopan. Seketika itu juga guru yang merupakan partner saya menasihati anak itu dengan lembut untuk tidak berkata demikian. Namun, apa yang
terjadi saudara-saudara ? Keesokan harinya murid tersebut mengulanginya lagi.
Hmm.
Tak sampai
disitu, teman saya ini tetap kekeuh tak mau menyerah. Kemudian mulai menyusun strategi untuk
mengubah kebiasaan buruk siswa tersebut. Mencari cara yang tidak terkesan
menggurui namun berhasil memasukkan nasihat itu ke dalam jiwa sang anak. Menemukan
senjata cinta untuk menembak tepat di hati sang murid, tanpa
membuatnya terluka. -Tjiah apa pula ini ?-
Akhirnya, pada
suatu kesempatan teman saya ini mengajak para siswa melakukan uji coba. Setiap siswa
diberi tugas untuk menanam tumbuhan dalam sebuah poly bag dengan komposisi bibit,
pupuk, dan air yang sama. Semua siswa berkewajiban untuk merawatnya dalam
beberapa minggu kedepan. Tak hanya wajib menyirami pada pagi dan siang hari,
anak-anak juga harus curhat atau memberi sugesti pada tanaman tersebut.
Meluapkan perasaan pada tanaman tersebut.
Setiap hari para siswa mencurahkan isi hatinya pada tanaman tersebut dengan disertasi emosi yang sedang mereka rasa. Entah sedih, marah, dan ungkapan bahagia. Selalu begitu.
Setiap hari para siswa mencurahkan isi hatinya pada tanaman tersebut dengan disertasi emosi yang sedang mereka rasa. Entah sedih, marah, dan ungkapan bahagia. Selalu begitu.
Hingga suatu ketika, sang guru meminta para
siswa memperlihatkan hasil tanaman mereka. Semua tanaman siswa nampak subur dan
hijau. Terkecuali, seorang siswa. Tanamannya layu, kering, tanpa daun. Padahal
telah diberi air, pupuk, dan tanah dengan komposisi yang sama dengan siswa lain.
“Apa yang terjadi ? Kok punyaku nggak subur kayak punya temen-temen ?” Anak itu itu berbisisk lirih.
“Apa yang terjadi ? Kok punyaku nggak subur kayak punya temen-temen ?” Anak itu itu berbisisk lirih.
Selang beberap
menit, air mata anak itupun akhirnya jatuh menetes tepat di atas tanaman itu.
Terisak. Rupanya kalimat buruk yang ia ucapkan selama ini memberi
dampak negatif bagi makhluk lain yang mendengarnya. Entah itu manusia, hewan,
atau tumbuhan.
Ah, ternyata bom
cinta yang telah dirakit guru itu berhasil membludakkan hati sang anak.
Menyadarkan tanpa perlu menggurui. Belajar dari alam. Belajar dari apa yang
telah Allah bentangkan seluas mata memandang. Ini baru sebagian kecil kisah pelajaran hidup yang bisa saya petik.
Terlalu banyak. Bahkan tak sanggup rasanya jika harus menulisnya dalam semalam.
Luar biasa memang. Luar biasa ketika seseorang mengikrarkan diri sebagai
seorang guru.
"Guru seperti akar yang terus berusaha menembus tanah keras demi mendapat amunisi, makanan yang membuat sebuah pohon tumbuh subur. Semakin kuat. Semakin tegak. Dan dari pohon yang kuat itulah mulai tumbuh beberapa helai daun. Dedaunan ini ibarat anak didiknya yang mulai berkembang. Menghasilkan bunga. Dan puncak keberhasilan sang akar adalah ketika sebuah pohon mampu menghasilkan buah-buahan yang ranum nan manis. Sama bahagianya ketika seorang guru melihat anak didiknya berhasil. Ketika ilmu yang ia sampaikan bermanfaat. Tak hanya bagi sang pembelajar, namun juga orang lain di sekitarnya".
"Guru seperti akar yang terus berusaha menembus tanah keras demi mendapat amunisi, makanan yang membuat sebuah pohon tumbuh subur. Semakin kuat. Semakin tegak. Dan dari pohon yang kuat itulah mulai tumbuh beberapa helai daun. Dedaunan ini ibarat anak didiknya yang mulai berkembang. Menghasilkan bunga. Dan puncak keberhasilan sang akar adalah ketika sebuah pohon mampu menghasilkan buah-buahan yang ranum nan manis. Sama bahagianya ketika seorang guru melihat anak didiknya berhasil. Ketika ilmu yang ia sampaikan bermanfaat. Tak hanya bagi sang pembelajar, namun juga orang lain di sekitarnya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar