Ucapan beliau cukup membuat dadaku berdegub kencang. Bukan.
Aku tidak sedang jatuh cinta. Hanya saja terdiam, menelan ludah, menelisik lagi
niat dalam hati. Menghapus tulisan-tulisan buruk yang terpampang di kronologi
Facebookku.
Membuat gumpalan daging dalam dada bertanya “Sudah benarkah
niatnya ? Apakah yang kuharapkan hanya anggapan orang-orang ? Popularitas ?
Dunia ?”
“Wah dia seorang penulis ! Sungguh hebatnya ia..” Itukah
yang kumau ? Lantas aku bertanya pada hati. Entah ia menjawabnya dengan apa,
tapi aku menemukan jawabannya. Ah, ternyata aku salah !
Astaghfirullah..
Aku harap aku tidak sedang lupa pada hadits yang seringkali
terngiang. Bahwa segala sesuatu tergantung niatnya. Sungguh baik jika niat seorang penulis karena ingin menebarkan hikmah,
inspirasi, ilmu yang bermanfaat bagi yang lain. Bagaimana jika bukan itu ?
“ Setiap kita terlahir sebagai seorang penulis, menulis tidak membutuhkan minat dan bakat,
tapi ketekunan dan keuletan. Maka persiapan untuk menulis, harusnya menuntut
ilmu terlebih dahulu.”
Kira-kira begitu kata beliau.
“Kalaupun cita harus dikubur hidup-hidup,
kita masih bisa memberi bunga di atas makamnya. Benarlah beliau. Apalah arti
sebuah karya tanpa kemanfaatan, tanpa keikhlasan, tanpa ilmu..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar